Minggu, 30 Agustus 2009

Crisis Core: Final Fantasy VII


Crisis Core merupakan bagian terakhir dari kompilasi saga panjang Final Fantasy VII. Apabila ditilik dari kronologinya, Crisis Core adalah bagian keduanya, dan menceritakan kisah dari Zack Fair; mentor, sahabat, sekaligus identitas yang diambil oleh Cloud dalam game Final Fantasy VII. Setelah mengalami penundaan selama bertahun-tahun, game ini akhirnya dirilis pada September 2007 di Jepang, dan Maret 2008 di Amerika. Sebagai pribadi yang sangat mencintai Final Fantasy VII, saya agak khawatir dengan Crisis Core. Kenapa? Dirge of Cerberus sudah mengecewakan saya, sementara Advent Children - sedahsyat apapun CG yang ditawarkan - tidak memiliki kedalaman cerita ala Final Fantasy VII. Bagaimana dengan Crisis Core?

Kamu akan mengendalikan Zack yang di awal game masih menjadi SOLDIER kelas 2. Zack sangat mengidolakan Angeal, satu di antara tiga SOLDIER terkuat yang pernah ada dalam sejarah (dua lainnya adalah Sephiroth dan Genesis). Setelah Angeal dan Genesis membelot, Zack mulai bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya menjadi alasan mereka mengkhianati Shin-Ra?

Cerita dalam Final Fantasy VII terbilang sangat sederhana apabila dibandingkan dengan sekuelnya nanti. Tidak ada cerita macam menyelamatkan dunia maupun menghentikan kedatangan meteor dalam Crisis Core. Sesuai dengan judulnya, krisis dalam game ini benar-benar berkisar antara Zack dan orang-orang di sekelilingnya. Walaupun ceritanya sederhana, karakter-karakter dalam Crisis Core membuat jalur ceritanya tetap menarik. Zack sendiri sebagai karakter utama jauh lebih likable dibandingkan Cloud yang ego-sentris dan sok cool. Malahan, bisa dibilang melihat Zack yang sifatnya selalu ceria tumbuh dewasa menjadi sosok SOLDIER sejati di penghujung game merupakan daya tarik sendiri game ini - walau gamer yang pernah memainkan Final Fantasy VII pasti sudah tahu nasib tragis Zack.

Bicara soal audio visualnya, Crisis Core layak diacungi jempol. Kalau kalian tidak sabar menunggu remake Final Fantasy VII di PS3 (itupun kalau rumornya benar) maka puaskan diri menjelajahi Midgar, Wutai, dan beberapa tempat legendaris lain yang sudah dipermak ulang di game ini. Musiknya sendiri sudah tidak dipegang oleh Nobuo Uematsu melainkan oleh Takeharu Ishimoto dengan bantuan Kazuhiko Toyama di beberapa track tertentu. Secara keseluruhan, track dalam Crisis Core masih mendaur ulang musik-musik dalam Final Fantasy VII walau Ishimoto berhasil menambahkan beberapa musiknya sendiri (The Price of Freedom is AWESOME!). Why, lagu ending game ini yang dinyanyikan oleh Ayaka, merupakan favorit saya dibandingkan dengan Redemption-nya Gackt untuk Dirge of Cerberus ataupun Calling untuk Advent Children.

Gameplay dalam Crisis Core berbeda 180 derajat dengan Final Fantasy VII. Membuang jauh-jauh sistem turn-based, Crisis Core mengambil genre Action RPG. Itu berarti kamu akan mengendalikan Zack (hanya satu orang saja) dalam battle (Battle sendiri masih terjadi secara random). Di dalam battle, kamu bisa menggerakkan Zack dalam arena yang terbatas untuk menyerang musuh, menghindari serangan mereka, sampai mengeluarkan magic. Satu sistem tambahan lain adalah Digital Mind Wave D(MW), sebuah sistem bagaikan mesin slot di kasino yang menentukan efek-efek tambahan dalam pertarungan seperti menaikkan HP Zack atau memicu terjadinya Limit Break, sampai menaikkan level Zack. Walau naik level terasa seperti random dalam game ini, Tetsuya Nomura selaku penciptanya mengakui bahwa ada hitung-hitungan di belakang putaran DMW untuk menentukan level up tersebut. Walau beberapa kritik menyerang sistem DMW, semua tetap mengakui bahwa penggunaan DMW sangat efektif untuk menciptakan scene klimaks yang sangat memorable dan emosional (kalian yang sudah pernah menamatkannya tentu mengerti apa yang saya maksud). Misi-misi yang bisa diambil Zack setiap berada di save point juga memberi game ini kesan portable. Setiap kamu di dalam mobil atau kereta, mengakses misi di save point, menyelesaikannya (karena tiap misi hanya berkisar 5 - 10 menit), lalu mensave ulang memberimu perasaan puas karena bisa menambah pencapaianmu - walau sedikit.

Singkat kata, Crisis Core berhasil menjadi sekuel (atau prekuel) yang lepas dari bayang-bayang Final Fantasy VII. Ia adalah sebuah game yang bisa dinikmati oleh RPGer manapun, terlepas apakah mereka pernah tidaknya memainkan Final Fantasy VII. It certainly is one of the best PSP game in the market.

Resident Evil 5


  1. Dalam RE 5, gamer menjalankan karakter Chris Redfield. Chris Redfield adalah pahlawan pertama dalam Resident Evil. Ia termasuk seorang dari sedikit anggota STARS yang selamat dalam insiden di Umbrella Mansion juga salah satu dari orang pertama yang menyadari kebusukan perusahaan Umbrella. Setelah akhirnya berhasil melakukan reuni dengan adiknya di Code Veronica, Chris kembali berusaha memburu Albert Wesker, bosnya yang berkhianat, dan menghentikan Umbrella.

    Setelah Umbrella ditutup, itu tidak berarti perjuangan Chris selesai. Sebaliknya, keadaan malah bertambah rumit. T-Virus milik Umbrella beredar ke pasar gelap dan jatuh ke tangan teroris untuk dijadikan uji coba. Salah satu ladang uji coba itu adalah di tanah Afrika, dan di sanalah Chris kembali bertualang.

    Ketika trailer RE 5 pertama kali beredar, kontroversi konsep co-op dengan karakter Sheva Alomar muncul. Saya sendiri merasa biasa-biasa saja dengan konsep ini. Bukankah fitur co-op sudah berulang kali muncul dalam Resident Evil? Di Resident Evil 3, kamu beberapa kali bisa dibantu oleh Carlos berhadapan dengan Nemesis, dalam Resident Evil Zero Billy dan Rebecca praktis terus saling dukung untuk selamat, dan dalam Outbreak kamu malah bisa bermain online untuk menyelamatkan diri. Malahan saya khawatir kehadiran Sheva akan mengurangi nuansa seram game, dan hal itu benar-benar terbukti.

    RE 5 tidak lagi menjadi game yang menyeramkan - melainkan berubah menjadi game action. (Sungguh!)

    Sepanjang permainan kamu akan saling dukung dengan pasanganmu untuk mengungkap misteri penyebaran penyakit di Afrika. Selain itu Chris juga punya alasan personal mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Jill (bagi yang tidak tahu, Jill adalah pasangan Chris di Resident Evil pertama sekaligus tokoh utama di Resident Evil 3). Ada dua alasan kenapa sebuah game survival horror menakutkan. Pertama adalah kesendirianmu, dan kedua adalah kamu dipaksa untuk melarikan diri melawan musuh ketimbang melawan mereka. Dua alasan itu semuanya lenyap di RE 5. Kehadiran Sheva yang selalu mendampingimu praktis membuat alasan pertama dinihilkan sementara ammo yang melimpah malahan membuatmu memburu musuh ketimbang kabur dari mereka. Apalagi musuh bisa saja menjatuhkan uang yang bisa kamu gunakan untuk mengupgrade senjatamu. Sedikit banyak game ini malahan mengingatkan saya pada Dino Crisis 2.

    Kalau boleh jujur, RE 5 tidak banyak melakukan inovasi. Bisa dibilang ia adalah RE 4 yang bersetting di Afrika, memiliki pasangan Sheva, dan hadir dengan grafis yang lebih mumpuni. While that’s not bad since Resident Evil 4 is a great game, it still is a bit of a letdown. Yang paling mengecewakan dari gameplaynya adalah bagaimana ia ‘memaksa’ kita untuk berdiri di tempat sambil membidik musuh. Capcom berdalih ini demi menambah intens permainan tetapi saya kok tidak percaya. Buktinya Dead Space memperbolehkan kita membidik sambil terus berjalan tanpa harus mengurangi suasana seramnya. Bicara soal seram dan seru, RE 5 juga terasa tanggung di tengah-tengah perbatasan kedua nuansa itu. Kalau seram jelas seram Dead Space, kalau seru ia juga kalah dengan Left 4 Dead (game FPS yang juga memiliki unsur co-op dan berhadapan dengan zombie).

    Walau tidak luar biasa di aspek manapun, bukan berarti RE 5 game yang jelek, sebaliknya, ia sebenarnya bagus merata di segala aspek. Hanya saja, this is a jack-of-all-trades game.